Breaking News

518 Honorer Terancam Dirumahkan, Pemprov NTB Berharap Ada Kebijakan Pusat

Ilustrasi tenaga honorer

Garis Merah- Ratusan tenaga honorer yang tidak lolos dalam tes CPNS ataupun di tes PPPK di Pemprov Nusa Tenggara Barat kini menjadi persoalan serius. 

Ratusan tenaga honorer tersebut terancam dirumahkan. Pasalnya Pemerintah tidak bisa mengakomodir keberadaan tenaga honorer ini karena terbentur aturan da kebijakan pusat tentang penataan kepegawaian. 

Kepala Dinas Kominfotik NTB sekaligus juru bicara Pemprov NTB Yusron Jadi mengatakan sejak tahun 2024 Pemerintah melakukan percepatan penataan kepegawaian baik di lingkungan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 

Ia melanjutkan berbagai kebijakan diterapkan untuk mengakomodir tenaga honorer mulai dari pengangkatan CPNS 2024, perekrutan tenaga PPPK Penuh Waktu hingga kini Penerimaan PPPK paruh waktu atau dikenal istilah PPPK PW. 

"Proses penerimaan CPNS 2024 dan PPPK Penuh waktu sudah selesai, sementara sekarang sedang berproses PPPK PW. Namun di luar tiga skema kepegawaian ini di seluruh kabupaten kota di NTB ternyata masih terdapat ribuan tenaga honorer yang tidak masuk dalam semua skema kepegawaian tersebut yang tidak bisa diusulkan ke pemerintah karena terkendala aturan yang dikeluarkan Kemenpan RB," jelas Yusron, Selasa 2 Desember 2025.

Adapun jumlah tenaga honorer yang tidak terakomodir se-NTB itu sebanyak 7.523 orang, terbesar di Kabupaten Lombok Timur 1.692 orang, Kabupaten Lobar 1.632 orang. Sementara di Pemprov NTB sebanyak 518 orang masih di bawah jumlah dari Kab Bima, KSB, Kab Lombok Tengah, dan juga Kota Mataram. Saudara kita tersebut berharap ada kebijakan lahir dari pemerintah yang berpihak kepada mereka.

Yusron melanjutkan sesuai aturan semua urusan kepegawaian memang terpusat. pemerintah Pusat melalui kebijakannya mengendalikan semua urusan pegawai pemerintah termasuk yang ada di daerah. Kebijakan one system single policy diterapkan oleh pemerintah. 

"Ada garis demarkasi tegas dari kebijakan pemerintah pusat dalam penataan pegawai saat ini, bila itu kita langgar bukan tidak mungkin bisa menimbulkan konsekuensi hukum, yang pastinya tidak sama-sama kita kehendaki," papar Yusron. 

Pemerintah Provinsi NTB Kata mantan Kadispar NTB ini telah berupaya menyampaikan persoalan ini ke pemerintah pusat secara resmi bersurat, bertemu dengan pejabat kemenpanRB dan BkN serta melakukan audiensi/pertemuan dengan DPR RI bersama legislatif daerah untuk menyuarakan persoalan yang sama. Semua daerah melakukan hal yang sama, provinsi-provinsi lain juga menemukan kendala yang sama. Melalui surat kemenpanRB tgl 25 November 2025 tentang penyelesaian penataan pegawai non ASN kita diingatkan kembali batasan-batasan yang dapat diangkat menjadi pegawai non ASN. Daerah mempedomaninya.

"Memang di dalam surat tersebut ada ruang dimungkinkan lahirnya kebijakan internal daerah. Namun membijaksanai 518 org secara internal tersebut akan berhadapan dengan hal adminsitrasi kepegawaian yang dipersyaratkan. Apa itu? ada yang sudah melewati batas usia pensiun, para honorer yang mengundurkan diri, dan juga honorer yang memang tidak mengikuti proses seleksi pppk dengan berbagai alasan sebanyak 231 orang," ucapnya. 

"Selebihnya 287 orang yang kurang dari 2 tahun masa kerja atau lebih yang mengikuti test CPNS tapi tidak lulus. Ini komposisinya yang 518 tersebut. Bila 287 ini diakomodir kita harus hati-hati karena akan berhadapan kembali dengan kebijakan besar penataan ASN yang diterbitkan oleh KemenpanRB, " tambahnya. 

Bagimana dengan pola outsourcing, Yusron menyatakan lembaga pemerintah yang memungkinkan outsouching hanya dibolehkan bagi tenaga dasar baik petugas kebersihan, pengamanan, dan pramusaji. Ketentuan teknis operasional mengenai pelaksanaan outsourcing bagi pegawai pemerintah juga belum diterbitkan. 

Adapun untuk ke lembaga-lembaga daerah akan terkait dengan kemampuan lembaga tersebut menyerap pegawai dengan kapasitas keuangan yang mereka miliki. Terjadi pembebanan lebih kepada pos belanja pegawai lembaga tersebut juga bisa menimbulkan inefisiensi anggaran dan berpotensi menurunkan kualitas pelayanannya.

"Harapan kita besar ada lahir kebijakan baru pemerintah pusat. Fakta dan kondisi yang sama -sama kita hadapi di banyak daerah dengan provinsi lain tidak saja dihadapi pula oleh pemerintah kabupaten/kota se-NtB," tandasnya. (GM1) 

0 Komentar

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close