![]() |
Pembangunan bendungan meninting, foto/bisnis.com |
Garis Merah- Pembangunan Bendungan Meninting yang berada di Kabupaten Lombok Barat dinilai menimbulkan sejumlah masalah.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nusa Tenggara Barat Amri Nuryadin melalui press rilis yang diterima oleh media ini, Senin (12/12).
Amri menjelaskan sejumlah persoalan yang ditimbulkan dari pembangunan Bendungan Meninting yang merupakan proyek strategis nasional tersebut memberikan dampak serius pada Lingkungan Hidup, Ekonomi Warga, hilangnya wilayah kelola warga serta Kesehatan Perempuan dan Anak di Desa Bukit Tinggi, Desa Penimbung, Desa Gegerung dan Desa Dasan Griya – Lombok Barat, NTB.
Bendungan Meninting mulai dibangun pada tahun 2019 hingga saat ini. Dalam proses pembangunannya kata Amrie dilakukan pembabatan hutan seluas puluhan hektar dan juga pembebasan ratusan hektar lahan milik warga yang berada di beberapa desa yaitu Dusun Murpadang - Desa Bukit Tinggi dan dusun Murpeji-Desa Dasan Griya.
Dari hasil studi di beberapa media massa yang memberitakan proses pembangunan PSN - bendungan meninting, maupun hasil Investigasi lapangan Walhi NTB dan SP mendapatkan sejumlah informasi fakta lapangan yakni sosialisasi pembangunan Bendungan Meninting tidak Melibatkan masyarakat.
Amrie membeberkan sebelum dimulainya proyek pembangunan bendungan meninting banyak warga terdampak yang tidak mengetahui akan rencana pembangunan bendungan meninting. Hal ini terjadi karena minimnya keterlibatan masyarakat dalam kegiatan sosialisasi pembangunan bendungan meninting.
Pada tahun 2018, sosialisasi terkait rencana pembangunan bendungan meninting telah dilaksanakan sebanyak tiga kali oleh Balai Wilayah Sungai (BWS). Dalam sosialisasi tersebut dihadiri oleh Kejaksaan, Kepolisian, BPN, dan perwakilan dari tiap Desa.
Menurut Amri walapun, sudah dilakukan sosialisasi sebanyak tiga kali, masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui rencana pembangunan bendungan meninting. Kepala Dusun Jelateng dan Kepala Dusun Penimbung Timur pun ujar Amrie tidak mengetahui akan adanya rencana pembangunan bendungan meninting karena tidak terlibat dalam sosialisasi. Salah satu tokoh masyarakat di Desa Geria dalam wawancaranya dengan tim investigasi Walhi NTB tidak pernah dilibatkan dalam sosialisasi pembangunan bendungan meninting. Dan pihak desa pun tidak pernah juga melakukan sosialisasi.
Persoalan selanjutnya yang timbul akibat pembangunan Bendungan Meninting menurut Investigasi Walhi NTB yakni terjadinya krisis air bersih.
Seperti dketahui Sungai Meninting merupakan sumber air yang digunakan oleh masyarakat Desa Gegerung, Desa Penimbung, Desa Dasan Geria dan Desa Bukit Tinggi untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari.
"Tetapi, sejak dimulai proyek pembangunan bendungan meninting tahun 2019, air sungai meninting yang sebelumnya bersih menjadi keruh akibat dari aktivitas proyek pembangunan bendungan meninting," kata Amri.
Walapun kondisi air sungai meninting berubah menjadi keruh, masyarakat di Desa Penimbung, Desa Dasan Geria, dan Desa Gegerung masih menggunakan air sungai meninting untuk kebutuhan air sehari-hari karena tidak ada pilihan lain.
"Karena tidak semua warga di Desa Penimbung dan Desa Gegerung memiliki sumur sebagai sumber air bersih mereka. Yang lebih parahnya adalah air sungai yang mengalir melalui lokasi pembangunan PSN Bendungan Meninting diduga kuat menyebabkan gata-gatal pada setidaknya 50 orang anak dan berakibat buruk pada kesehatan 50 orang perempuan," lanjut Amri.
Selain persoalan sosialiasi dan ketersediaan ari bersih, persoalan selanjutnya yang dirasakan masyarakat akibat pembangunan Bendungan Meninting ujar Amri yakni munculnya persoalan pembebasan lahan.
Dari data yang dirilis Walhi NTB pembangunan Bendungan Meninting berada di lahan seluas +90 Ha yang terdiri dari 4,95 Ha kawasan hutan dan 85,5 Ha non kawasan hutan. Namun, pengakuan warga Dusun Murpadang yang lahannya telah dibebaskan untuk pembangunan bendungan meninting, pembebasan lahan yang sudah dilakukan untuk bendungan meninting mencapai 400 Ha.
Amri melanjutkan persoalan lainnya yang timbul adalah hilangnya sumber penghidupan warga.Selain dampak lingkungan yang masyarakat rasakan selama tiga tahun. Masyarakat juga merasakan dampak ekonomi yang timbul akibat pembanguna bendungan meninting.
"Yang sangat merasakan dampak dari proyek pembangunan bendungan ialah pengerajin sapu, perajin gula aren, dan pembudidaya ikan. Akibat dari proyek pembangunan bendungan meninting banyak dari mereka beralih profesi. Di Dusun Penimbung Timur sebelum proyek pembangunan bendungan meninting dimulai," papar Amri.
Pernyataan Walhi NTB ini diperkuat Kadus Penimbung Timur kepada tim investigasi yang menyampaikan bahwa terdapat 20 warganya yang menjadi pembudidaya ikan. Tetapi, setelah proyek pembangunan bendungan meninting dimulai, warganya yang sebelumnya menjadi pembudidaya ikan beralih profesi menjadi buruh kasar. Hal ini karena kondisi air sungai meninting yang telah keruh tidak biasa lagi digunakan sebagai sumber air kolam/tambak ikan.
Hal serupa juga dialami oleh pembudidaya di Dusun Jelateng. Kadus Dusun Jelateng menyampaikan ke tim investigasi terdapat 50 warga nya yang menjadi pembudidaya ikan. Tetapi, sebagaian pembudidaya ikan di Dusun Jelateng terpaksa masih bertahan menjadi pembudidaya ikan.
"Walapun, hasil ikan dari kolam/tambak mereka tidak seperti sebelum dimulainya proyek pembangunan bendungan meninting namun mereka terpaksa bertahan," ucap Amri.
Peristiwa banjir yang terjadi secara tiba-tiba pada hari jumat tanggal 17 Juni 2022 sekitar pukul 16.00 Wita padahal keadaan cuaca yang cerah atau tidak ada hujan, juga berdampak serius dan parah terhadap 25 kepala keluarga di Dusun Buwuh, Desa Mambalan, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat berupa kerusakan rumah dan properti serta kehilangan mata pencaharian (budidaya ikan air tawar) karena rusaknya kolam dan sawah tempat bercocok tanam.
"Demikian pula terhadap 3 UMKM yang telah lama melakukan usaha budidaya ikan koi turut mengalami dampak parah yakni rusaknya tempat usaha termasuk hilangnya seluruh bibit ikan yang dimiliki, sehingga kerugian yang diderita mencapai milyaran rupiah," pungkasnya.
Sementara Hubungan Masyarakat (Humas) Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Tenggara 1 Abdul Hanan yang dikonfirmasi via tlp mengatakan pembangunan Bendungan Meninting telah melalui kajian yang mendalam dan melibatkan seluruh elemen masyarakat yang berada di kawasan pembangunan Bendungan Meninting tersebut.
"Kami telah melalui kajian yang mendalam baik dari desiain konstruksi dan dan dampak lingkungan disekitar bendungan, sebelum pembangunan juga kami melibatkan semua elemen masyarakat yang terkena dampak dari pembangunan tersebut," kata Hanan.
Hanan melanjutjan terkait pembebasan lahan sampai saat ini mencapai 98 persen telah dibebaskan. Adapun perluasan lahan yang semula rencana dari 90Ha menjadi 400 Ha kata Hanan hal tersebut menjadi estimasi kebutuhan lahan sesuai dengan kapasitas bendungan.
Sementara persoalan air keruh yang ditimbulkan akibat pembangunan Bendungan Meninting, Hanan menyatakan persoalan tersebut memang terjadi akibat pembangunan Bendungan Meninting. Namun untuk mengantisipasi kebutuhan air bersih Hanan mengatakan BWS telah membuat sumur bor untuk warga.
"Kami membuat dua sumur bor untuk kebutuan air bersih, BWS juga selalu mengecek kondisi air bersih bekerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi NTB," pungkasnya.(GM1)
0 Komentar